Ilustrasi |
Dimana diketahui, korban seorang ibu inisial A (50) dan anak perempuannya H (17). Keduanya tewas mengenaskan dengan luka karena sabetan cangkul dan tusukan pisau. Kejadian ini dikarenakan ada sengketa masalah pusako tinggi (penggarapan sawah).
Itu salah satu kasus yang terjadi diranah Minang, berkaitan dengan adanya masalah prinsip yang terjadi dalam pusako tinggi, banyak kasus lain serupa yang tidak bisa penulis jelaskan tentang perbuatan anarkis menghadapi sengketa pusako tinggi.
Saat ini Minangkabau sedang dilanda coba eksistensi pusako tinggi, itu kesimpulan yang bisa diungkapkan ketika tanah pusako tinggi jadi biang masalah mamak dengan kemenakan saling membunuh, antara mande jo anak dan urang sumando dengan urang sumando atau pambayan yang berbuat anarkis.
Wujud masalah pusako tinggi sebagai kasus ketidakadilan juga timbul bisa atau dilihat dari kasus, ketikan pembebasan lahan pembangunan jalan tol tidak sukses. Tidak bisa dibebaskan karena ninik mamak tidak bisa mendudukan secara adil sehingga banyak pembebasan jalan tol di Sumbar masuk ke ranah pengadilan.
Konflik badunsanak masalah pusako tinggi ini sangat tinggi, jika dihitung sudah ratusan kasus pembunuhan yang terjadi antara kemenakan dengan mamak, antar besaudara, antar sasuku dan lainnya. Kesemua anarkis dan berujung kepolisian akibat pusako tinggi.
Sekarang pusako tinggi sudah menjadi instrumen tambahan di Sumatera Barat, terjadi tindak anarkis dan tindak kriminal seperti kasus pembunuhan badunsanak seperti yang terjadi kemarin di Padang Pariaman, Sumatra Barat.
Masalah pusako tinggi telah terjadi pergeseran, hal lebih dominan dipengaruhi oleh faktor ekonomi lantaran, ninik mamak yang memegang sako (gelar adat) sejatinya memiliki pusako (pusaka) untuk menjalankan sako dan mengurus anak kemenakan.
Namun pada masa belakangan, pusako yang menjadi singgulung untuk menjujung beban tugas sebagai ninik mamak itu telah banyak yang bersengketa karena tergadaikan atau dijual, serta pembagian tidak adil.
Kondisi ini secara langsung telah berdampak kepada strata sosial masyarakat, karena dengan kondisi yang sebelumnya ninik mamak disegani mulai dianggap angin lalu saja. Apalagi banyak kemenakan yang juga sudah mapan secara ekonomi menjadi sandaran dari para ninik mamak.
Selain itu, komunikasi antara bandunsanak dengan para kemenakan juga sudah sangat jarang. Dahulu terkait sako jo pusako, kemenakan selalu bicara dengan mamak, namun sekarang, seolah kemenakan tidak lagi meminta kepada mamaknya.
Disi lain, faktor pendidikan juga ikut mempengaruhi renggangnya hubungan mamak dengan kemenakan, sebab rata-rata para mamak saat ini mayoritas berpendidikan SD, SMP dan paling tinggi SMA berbanding terbalik dengan para kemenakan yang rata-rata telah berpendidikan S1 dan S2, sehingga komunikasi tidak berjalan dengan baik bahkan tidak nyambung.
Agar kasus sengeketa tanah Pusako tidak menjadi biang saling bunuh, biang anarkis, biang persengketaan, biang perkelahian, maka peran ninik mamak dan pucuak-pucuak adat dalam mengelola pusako tinggi ditegakkan keadilan[*].
Penulis: Labai Korok Piaman